Jumat, 25 Mei 2012
How do we get the fish we need?
How do we get the fish we need?
Bagaimana
mendapatkan ikan yang kita inginkan?
To get the fish that we need for our study, we have to
mate the fish in the following way:
Untuk mendapatkan
ikan yang kita inginkan dalam penelitian kita, kita harus menggabungkan dua
ikan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
In STEP 1, we mate a female Platyfish with a spotted side
pigment pattern to a male Swordtail with no pigment pattern. The little fish
that they have are called offspring. All of their offspring have spotted sides.
Tahap 1, Kita
mengawinkan Platyfish betina yang memiliki spot pada sisi tubuhnya dengan Ikan Swordtail
jantan yang tidak memiliki spot pada sisi tubuhnya. Ikan yang dihasilkan dari perkawinan itu kita
sebut offspring. Semua ikan offspring
yang dihasilkan memiliki spot pada sisi tubuhnya.
In STEP 2, we mate one of the male offspring with a
spotted side pigment pattern to a female Swordtail with no pigment pattern.
Their offspring are the four fish pictured in the diagram at on the bottom of
this page. Two of the fish, the heavy spotted and the light spotted, are the
fish that we study. These fish have a greater chance of getting a melanoma due
to the combination of different genes that they inherit from their parents.
Tahap 2, Kita
mengawinkan offspring jantan dengan spot pada sisi tubuhnya dengan ikan Swordtail betina tanpa spot. Offspring yang mereka hasilkan adalah keempat
gambar ikan pada diagram di bawah ini.
Dua dari ikan tersebut memiliki spot yang jelas atau tebal dan memiliki
spot yang tidak tebal, kedua ikan inilah yang kita teliti. Ikan ini memiliki
peluang yang besar mendapatkan melanoma karena perbedaan kombinasi gen yang
mereka warisi dari kedua induk mereka.
Source:
A project of the Community
Outreach and Education Program of the NIEHS Center for Research on
Environmental Disease
The University of Texas M. D. Anderson Cancer Center Science Park - Research Division at Smithville
© 2005 The University of Texas M. D. Anderson Cancer Center. All Rights Reserved.
The University of Texas M. D. Anderson Cancer Center Science Park - Research Division at Smithville
© 2005 The University of Texas M. D. Anderson Cancer Center. All Rights Reserved.
Kamis, 03 Mei 2012
Fishing Trips dan Potensi Tuna Indonesia
Tuna is an important fishing resource in Coral Triangle as
it supports the economies of many developing nations and represents the
livelihoods of millions of people in this region and beyond.
The region contains spawning and nursery grounds and
migratory routes for commercially-valuable tuna species such as bigeye,
yellowfin, skipjack and albacore, producing more than 40% of the total catch
for the Western Central Pacific region, and representing more than 20% of the
global catch.
As of 2007, more than 10,000 trawlers and 22,000 purse
seiners have been found in Indonesian waters.
In Indonesia Commercial fishermen use purse seine nets and
longlines (up to dozens of miles long) to fish for yellowfins. But their sport
fishing value is also high: their speed and fighting ability, their sheer size
potential, and their palatability have made them a favorite game fish among
saltwater sport anglers. Add that to the fact that they're common, easy to
find, and eager to take a hook, and you've got a prime candidate for a
fisherman's favorite. Some folks will travel hundreds, nay, thousands of miles
to find them. This article will discuss how to catch these tasty monsters of
the deep.
Potensi perikanan di Indonesia terdiri dari 11 Wilayah
Potensi Perikanan (WPP), yakni Luat Andaman (Selat Malaka), Laut Sumatera
bagian Barat, Laut Jawa bagian Selatan, Laut Jawa, Selat Karimata, Selat
Makassar, Laut Banda, Laut Halmahera, Laut Sulawesi, Laut Papua dan Laut Aru.
Sedangkan potensi tuna tersebar pada lokasi perairan
Indonesia bagian Timur yang terbagi dua WPP, yakni Laut Halmahera dan Laut
Banda.
Faktor penyebab Indonesia bagian Timur memiliki kekuatan
potensi tuna yang tinggi karena adanya pertemuan arus di sekitar Samudera
Pasifik sehingga aliran dan sanitasi air besar.
Meskipun perairan Indonesia bagian Timur menjadi tempat
berkembang biak tuna, namun Indonesia tidak bisa mengklaim tuna merupakan ikan
yang berasal dari Indonesia karena ikan laut itu hidup secara migrasi di sekitar Samudera
Pasifik dan Laut China Selatan yang meliputi negara Malaysia, Thailand,
Filipina, Timor Leste dan Papua New Ginie.
Selain diuntungkan faktor alam, peningkatan produksi ikan
dan nilai ekspor tuna dipengaruhi semakin banyaknya jumlah kapal penangkap ikan
dalam maupun luar negeri yang beroperasi di perairan Indonesia.
Prosedur Uji Kapang dan Khamir
Ruang lingkup: Standar
ini digunakan untuk menentukan jumlah total mikroorganisme aerob
pada produk perikanan.
Prinsip: Pertumbuhan mikroorganisme aerob setelah
contoh diinkubasikan dalam media agar pada
suhu 22 - 25oC selama 5 hari.
Penentuan jumlah kapang dan khamir dilakukan dengan
cara metode agar tuang (pour plate).
Acuan: SNI 01-2332.7-2009
Kapang:
Morfologi Kapang yang bentuknya hifa biasa dikenal sebagai jamur/mould.
Morfologinya sangat khas yaitu sel yang memanjang dan bercabang, koloninya
kering sehingga bentuknya seperti kapas. Check it out gambar dibawah ini!
Jamur yang
tergolong sebagi kapang diantaranya:
- microsporum canis
- tricophyton mentagrophytes
- aspergilus sp
Khamir:
Morfologi khamir
yang bentuknya berupa ragi biasa dikenal sebagai yeast. Morfologi khas dari
jamur ini adalah bentuknya yang bulat, licin, dan menyerupai bakteri. Look at
this one!!!
Media dan Pereaksi:
·
Potato Dextrose Agar (BPA)
·
Larutan Butterfield’s
phosphat buffered (BFP)
·
Larutan standar
Prosedur :
·
Preparasi Contoh
Contoh
yang akan diuji diambil secara acak dan aseptik dengan ketentuan berat sebagai
berikut:
-
Contoh dengan berat kurang
dari 1 kg, diambil sebanyak 100 g
-
Contoh dengan berat 1kg -
4.5 kg, diambil sebanyak 300 g
-
Contoh dengan berat lebih
dari 4.5 kg diambil sebanyak 500 g
·
Homogenasi dan Pengenceran
- Timbang contoh secara
aseptik sebanyak 25 g kemudian masukkan ke dalam plastik stomacher
- Tambahkan larutan BFP
sebanyak 225 ml. Homogenat ini merupakan
larutan pengenceran 10-1.
- Dengan menggunakan pipet
steril, ambil 1 ml homogenat diatas dan masukkan ke
dalam 9 ml larutan BFP untuk mendapatkan pengenceran 10-2.
- Siapkan pengenceran
selanjutnya (10-3) dengan mengambil 1 ml contoh dari pengenceran 10-2
ke dalam 9 ml larutan BFP
- Pada setiap pengenceran
dilakukan pengocokan minimal 25 kali.
Selanjutnya lakukan hal yang sama untuk pengenceran 10-4, 10-5
dan seterusnya sesuai kondisi contoh.
·
Metode Cawan Agar Tuang
(pour plate method)
- Pipet 1 ml dari setiap
pengenceran 10-1, 10-2, dst dan masukkan ke dalam cawan
petri steril. Lakukan secara duplo untuk
tiap pengenceran.
- Tambahkan 15 ml – 20 ml
PDA yang sudah didinginkan dalam waterbath hingga mencapai suhu (45±1)
oC ke dalam masing-masing cawan yang sudah berisi contoh. Supaya contoh dan media PDA tercampur
sempurna lakukan pemutaran cawan ke depan ke belakang dan ke kiri ke kanan.
- Setelah agar menjadi
padat, untuk penentuan mikroorganisme aerob inkubasi cawan-cawan tersebut dalam
posisi terbalik dalam inkubator pada suhu 22oC – 25oC,
selama 5 hari.
- Lakukan kontrol tanpa
contoh dengan mencampur larutan pengencer dengan media PDA.
·
Perhitungan Koloni
1. Hitung cawan yang mengandung jumlah 10 koloni-150 koloni dan catat
pengenceran yang digunakan.
N = ∑ C
[(
1 X n1 ) + ( 0,1 x n2 )] x
( d )
Dengan :
N : Jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per ml atau koloni
per g.
∑C : Jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung
n1 : Jumlah cawan pada pengenceran pertama yang di
hitung
n2 : Jumlah cawan pada pengenceran kedua yang di
hitung
d : Pengenceran pertama yang di hitung.
CONTOH :
Pengenceran: 1:100 1:1000
Jumlah
Koloni: 132 dan 144 23
dan 18
N = ( 132 + 144 + 23 + 18 )
[(
1X2 ) + ( 0,1X2 )] 102
= 317/0,022
=
14.409
=
14.000 koloni per g
1. Hitung cawan yang mengandung jumlah koloni lebih dari 150 koloni dan catat
pengenceran yang digunakan. Bila jumlah
koloni per cawan lebih dari 150 pada seluruh pengenceran maka laporkan hasilnya
sebagai terlalu banyak untuk dihitung (TBUD), tetapi jika salah satu
pengenceran mempunyai jumlah koloni mendekati 150 laporkan sebagai perkiraan
kapang dan khamir
CONTOH:
Pengenceran 1 : 100 1
: 1000
Jumlah koloni TBUD 170
Perkiraan ragi dan kapang koloni per ml atau per g 170.000
2. Hitung cawan yang mengandung jumlah koloni kurang dari 10 koloni atau cawan
tanpa koloni dan catat pengenceran yang digunakan. Bila pada kedua pengenceran yang digunakan
diperoleh koloni kurang dari 10, catat koloni yang ada, nyatakan perhitungan
sebagai kurang dari 10 dan kalikan dengan 1/d, dimana d adalah faktor
pengenceran pertama yang digunakan dan dilaporkan sebagai perkiraan ALT kapang
dan khamir.
CONTOH:
Pengenceran 1
: 100 1 : 1000
Jumalah koloni 8
dan 0 2 dan 0
Perkiraan ALT ragi dan kapang koloni per ml atau per g Lebih kecil dari 1.400
·
Pelaporan
- Untuk menghasilkan perhitungan yang akurat dan
teliti, maka laporkan hasilnya dengan dua angka ( digit ) pertama sebagai hail
pembulatan.
- Bulatkan keatas dengan cara menaikkan angka edua
menjadi angka yang lebih tinggi bila angka ketiga adalah 6,7,8 atau 9 dan
gunakan angka 0 untuk masing-masing angka pada digit berikutnya.
- Bulatkan kebawah bila angka ketiga adalah 1,2,3
atau 4. Bila angka ketiga 5, bulatkan keatas bila angka kedua ganjil dan
bulatkan kebawah bila angka kedua itu genap.
CONTOH :
Hasil
Perhitungan ALT
12.700 13.000
12.400 12.000
15.500
16.000
14.500 14.000
• Beri tanda bintang (*) untuk
cawan yang kurang dari 10 koloni.
CONTOH :
Pengenceran :
1:100 1:1000
Jumlah Koloni :
8 dan 0 2 dan 0
Perkiraan
ALT Koloni : Lebih kecil 1.400* per ml atau koloni per g.